TUANG AIR MATAMU SECUKUPNYA

TUANG AIR MATAMU SECUKUPNYA   Seorang lelaki mengenakan kostum Garuda tengah beristirahat dengan sebat. Kepada para lelaki, menangislah jika harus menangis, sebab hidup ini sering kali tragis. Tuang air matamu secukupnya, lalu kemasi dirimu kembali, selesaikanlah hidupmu lagi.   Kehilangan demi kehilangan, kekalahan demi kekalahan, dari satu luka ke luka lain, kita telan kepedihan-kepedihan. Sering kali tak tertahankan. Sering kali menghancurkan.   Letakkan. Lepaskan. Ungkapkan. Tidak semua harus dipanggul! Pilihlah yang berharga. Pilihlah yang bermakna.   Lewat derita kita rangkai kata jadi cerita balada legenda abadi bersama semesta!   Malang, 04 Oktober 2024 Padmo “Kalong Gedhe” Adi

NAH...

NAH...

Jaka Kelana:
O… Larasati
akankah aku bertemu denganmu?

Aku sibak kau dalam riang
tapi hingar-bingar membawamu pergi
sebelum kucium punggung tanganmu
sebelum kupuji parasmu

Larasati
di manakah gerangan kau?

Kucari dalam malam
di antara gemerlap jahanam
di antara selangkang
di antara rambut kepang
tapi tiada kau, Larasati

Ke mana lagi harus kucari?
segera dan aku tidak muda lagi

Tiada hati rela
jika senja menyapa
kita belum bersua

Haruskah kuhabisi
sisa nafasku tanpamu,
Larasati?

Atau, benarkah kau hanya ada
bersama Pemuda Gondrong
yang mati di Kalvari?

Dalam hening
kudengar kau bernyanyi
Larasati… .


Larasati:
Diamlah sejenak, Kasihku
mari kita menyelam dalam malam
coba dengar
malam sedang melantunkan sebuah nyanyian

Malam tidaklah selalu sekelam yang kaupikirkan
Ketika malam semakin malam
tidaklah semua kehidupan terpejam
Coba dengar
masih ada anak-anak alam
bermain-main bersama malam
dan malam sedang melantunkan nyanyian
untuk mereka dan kita

Di sanalah bagian yang hilang
Kita terperangkap dalam diri kita sendiri, Kasihku
Waktu yang terus berlari
membuat kita tak sadarkan diri
dan lupa akan apa yang kita cari
Tubuh ini malah menjadi penjara sanubari
dan jiwa yang belum terselami

Lupakanlah sejenak segala gundah risaumu, Kasihku
Mari ikutlah aku berjalan mengarungi malam
Mari kita nikmati dan buat waktu berhenti
Selama purnama masih menyinari
dan bintang-bintang menari
Kita cari kerinduan hati
sesuatu yang hilang, tapi tak kita sadari



*Perkawinan puisi “Larasati” dan “Datanglah Padaku, Kasihku”
untuk TSD dan LC
tanpa babibu
dan sensor sana-sini
Tepi Jakal, 14 Oktober 2009
Padmo “Kalong Gedhe” Adi

Comments