BULAN KEMERDEKAAN

  BULAN KEMERDEKAAN   麦わらの一味 Dua minggu lalu kita dipanggang matari dengan cinta mengenang kebebasan hormat pada Merah-Putih lambang darah-keringat perjuangan moyang simbol cinta-harapan hidup sejahtera di tanah merdeka, milik kita!   Pada Minggu itu aku saksikan kawan-kawanku berdandan a la pejuang dan pahlawan memainkan kembali kisah perlawanan Lalu bersama bergembira Delapan puluh tahun kita merdeka!   Merdeka? Kamis lalu seorang pemuda tewas dilindas ACAB! Hari ini seorang mahasiswa mati dipersekusi ACAB! Mana Sila Kedua Pancasila?!   Kami bersuara bukan karena benci! Kami hanya ingin Sila Kelima Pancasila terwujud nyata di tanah kita!   Aku tidak akan pernah lagi sudi mengajar Pancasila dan Kewarganegaraan di negeri ini!!!   Biadab-biadab itu adalah monster yang dididik untuk hanya tahu menyiksa, mendera, dan membunuh! Biadab-biadab itu adalah Herder yang dilatih untuk melindungi kepenti...

Paradoks Eksistensialisme

Paradoks Eksistensialisme

Ketika manusia terbatas, ia justru bebas. Inilah paradoks eksistensialisme. Di dalam keterbatasannya manusia bebas. Ketika Indonesia dijajah Belanda, Indonesia bebas untuk menjadi anjing Belanda atau justru memperjuangkan kemerdekaan. Ketika aku terbatas di Jakarta yang bebas ini, aku bebas. Aku bebas untuk tiduran saja tanpa melakukan apa-apa. Aku bebas membaca. Aku bebas menulis. Aku bebas bercinta. Aku bebas pergi ke Pondok Gede. Atau, aku bebas pulang ke Solo. Jakarta, kota yang bebas ini justru membatasi. Namun, dalam keterbatasan ini aku bebas. Suatu penjara raksasa. Keterbatasan manusia dalam hal ruang, waktu, dan kematian pun sangat memberikannya kebebasan.

Jakarta, 29 Juli 2011
Padmo Adi

Comments