SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Kepada Tuhan

Kepada Tuhan

Bagaimana bisa aku berkata kepada-Mu,
ketika aku tak lagi bisa berdoa?
Sudah lupa aku syair lagu Kemuliaan...
Juga lupa aku cara memakai rosario...
Yang tersisa hanya Tanda Salib
dan tiga penggal kata,
Terima... kasih... Tuhan...

Sesubuh ini belum juga bisa aku tidur
aku mengingat-Mu
aku merenungkan-Mu
Kuingat kenangan-kenangan
ketika kita berdua duduk semeja
Saat itu,
aku punya seribu kata
untuk berdoa

Entah ke mana kata-kata itu...
Buku brevirku telah berdebu
Rosarioku berkarat dan lesu
Meski masih kubaca Sabda-Mu

Kini, sepagi ini...
izinkan aku menghadap-Mu
dengan tiga kata yang tersisa
Terima kasih, Tuhan

Sarang Kalong, 03.12, 23 Oktober 2012
Yohanes-Paulus Padmo

Comments