SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

TANAH SUCI

TANAH SUCI

Tanah Suciku
bukan Arab
bukan Kanaan
bukan Vatican
bukan Hindhustan
bukan Persia
bukan pula Tiongkok

Tanah Suciku
adalah Garudadwipa
adalah Indonesia
adalah Surakarta

di sanalah aku lahir dari rahim ibuku
di tanah itu ketuban yang menyelimutiku tumpah
di tanah itu ari-ari bungkusku ditanam
di sanalah keringatku menetes dan bersatu dengan tanah
menjadi padi
menjadi kebijaksanaan abadi
menjadi puisi
menjadi doa-doa syukur

Di dalam darahku mengalir darah ksatria
mengalir pula darah pujangga merdeka
yang melebur bersama darah petani desa
Dan, inilah perutusanku...
menjaga Tanah Suciku
menjaga Tanah Moyangku
hingga kelak aku kembali
ke pelukan rahim ibu pertiwi

Surakarta, 02 Oktober 2012
Padmo Adi 

Comments