SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Belajar Bangun Pagi

Belajar Bangun Pagi
*kepada Padma Kuntjara

Sering kali kita berbicara tentang revolusi...
Tapi benar katamu,
kita berbicara revolusi
sembari mulut kita bau ciu
dan asap cimeng mengepul
hingga mata kita sayu.
Mengangkat arit palu pun tak mampu.

Bagaimana mungkin kita bikin revolusi,
ketika kita tak mampu bangun pagi?

Mungkin baik kalau aku berhenti berhomili tentang revolusi...
sampai aku bisa bangun pagi
dan tak sering mabuk ciu yang dioplos pulpy.

07 Juni 2014
Padmo Adi

Comments