TUANG AIR MATAMU SECUKUPNYA

TUANG AIR MATAMU SECUKUPNYA   Seorang lelaki mengenakan kostum Garuda tengah beristirahat dengan sebat. Kepada para lelaki, menangislah jika harus menangis, sebab hidup ini sering kali tragis. Tuang air matamu secukupnya, lalu kemasi dirimu kembali, selesaikanlah hidupmu lagi.   Kehilangan demi kehilangan, kekalahan demi kekalahan, dari satu luka ke luka lain, kita telan kepedihan-kepedihan. Sering kali tak tertahankan. Sering kali menghancurkan.   Letakkan. Lepaskan. Ungkapkan. Tidak semua harus dipanggul! Pilihlah yang berharga. Pilihlah yang bermakna.   Lewat derita kita rangkai kata jadi cerita balada legenda abadi bersama semesta!   Malang, 04 Oktober 2024 Padmo “Kalong Gedhe” Adi

SEJARAH VIDEO GAME

Sejarah Video Game*
-Padmo Adi-


*Tulisan ini disempurnakan di sini.

(Saya mengikuti sejarah video game berdasarkan ulasan Leonard Herman, akan tetapi tidak semua saya sajikan di sini. Yang saya sajikan di sini hanyalah beberapa momentum tertentu yang berkaitan dengan nama-nama yang terdengar familiar bagi telinga orang Indonesia (seperti misalnya Nintendo, SEGA, tetris, atau PlayStation) dan momentum-momentum tertentu yang sangat menentukan sejarah (konsol) video game itu. "Sejarah" yang saya olah berdasarkan ulasan Leonard Herman ini bukanlah merupakan kronologi sejarah yang telah sempurna dan paripurna, karena sejarah video game yang diulas Leonard Herman sendiri hanya sampai pada tahun 2000-an awal, tahun-tahun ketika generasi X-Box dan PS2 lahir. Masih banyak kekurangan di dalam tulisan sejarah ini.)

Video Game adalah sebuah karya seni. Akan tetapi, sebelum kita melangkah lebih jauh untuk membahas karya seni macam apa video game itu, ada baiknya kita tengok dulu sejarah lahirnya video game. Cikal-bakal video game sudah disiapkan sejak tahun 1949. Ralph Baer, seorang insinyur, diminta untuk membuat satu set televisi[1]. Akan tetapi, dia bermaksud membuat sesuatu yang lebih dari pada itu. Idenya ini baru terwujud delapan belas tahun kemudian.
Leonard Herman[2] menjelaskan bahwa sejarah video game menjadi suatu hal yang menarik sebab tidak hanya melibatkan orang-orang yang ada di sekitarnya, melainkan juga soal perusahaan dan ironi (Leonard Herman, dkk., 2002, 1). Atari adalah sebuah perusahaan Amerika dengan nama Jepang, dan perusahaan Jepang Sega dirintis oleh seorang Amerika. Phillips, sebuah perusahaan yang berusia lebih dari seratus tahun pun ikut terlibat dengan nama Magnavox. Kemudian ada Nintendo yang turut serta membuat video game menjadi begitu populer. Leonard Herman tak lupa menyebut nama Sony, perusahaan elektronik yang memproduksi segala macam jenis elektronik mulai dari radio transitor hingga video recorder, tetapi yang penjualan terlarisnya tidak lain adalah konsol video game.
Selama delapan belas tahun setelah tahun 1949, selain Ralph Baer, terdapat beberapa nama yang masuk ke dalam sejarah video game. Leonard Herman menyebut Willy Higinbotham yang mendesain permainan tennis interaktif yang dimainkan pada sebuah osiloskop. Ada pula seseorang bernama Steve Russell. Dia memprogram space game pada sebuah komputer mainframe DEC PDP-1 (Leonard Herman, 2002, 1).
Tahun 1889 hingga 1970 merupakan tahun-tahun embrio kemunculan perusahaan video game. Pada perusahaan video game tersebut para programer (baca: seniman) menciptakan karya-karya fenomenal dan bahkan legendaris mereka. Pada tahun 1889 Fusajiro Yamauchi mendirikan The Marufuku Company yang memproduksi Hanafuda, sebuah permainan kartu Jepang. Kemudian, pada tahun 1907, Marafuku mulai memproduksi permainan kartu Barat. Beberapa puluh tahun kemudian, lebih tepatnya pada tahun 1951, Marafuku mengganti namanya menjadi The Nintendo Playing Card Company. “Nintendo” sendiri berarti “pasrah kepada yang di atas”[3] (Leonard Herman, 2002, 1-2).
Pada tahun 1947, hanya beberapa tahun setelah Amerika mengebom Hiroshima dan Nagasaki, Akio Morita dan Masaru Ibuka mendirikan The Tokyo Telecommunications Engineering Company. Perusahaan itu berhasil menciptakan radio saku dengan tenaga baterai pertama di dunia. Mereka pun memasarkan produk mereka itu ke Eropa dan Amerika. Mereka kemudian menyadari bahwa nama perusahaan mereka begitu sulit diingat oleh orang-orang Barat, sehingga mereka mengubah nama itu dengan nama hasil modifikasi kata dalam Bahasa Latin, sonus (sound), menjadi Sony, sebuah kata yang sebenarnya tidak memiliki arti apapun (Leonard Herman, 2002, 2).
Pada tahun 1954 David Rosen, veteran perang Korea-Amerika, menyadari bahwa permainan mekanis yang dioperasikan dengan koin (semacam dingdong), yang terdapat di pangkalan militer Amerika di Jepang, begitu populer. Maka, pada tahun 1960-an, dia memutuskan untuk menciptakan sendiri permainan dengan koin semacam itu. Dia pun membeli sebuah perusahaan jukebox dan slot-machine di Tokyo. Perusahaan itu diberi nama SEGA, sebuah kependekan dari “SErvice GAmes” (Leonard Herman, 2002, 2-3).
Pada tahun 1958 Willy Higinbotham, seorang fisikawan, menciptakan sebuah permainan semacam tenis meja interaktif pada sebuah osiloskop. Permainan itu diletakkan pada Laboratorium Nasional Brookhaven, New York, untuk menghibur para pengunjung. Setahun kemudian dia menciptakan permainan serupa pada sebuah monitor 15 inci. Akan tetapi, karena dia merasa dia tidak menemukan sesuatu yang baru, dia tidak mematenkan ciptaannya tersebut (Leonard Herman, 2002, 3).
Pada tahun 1961 seorang siswa MIT bernama Steve Russell menciptakan Spacewar, sebuah game komputer interaktif pertama, pada sebuah minikomputer Digital PDP-1 (Programmed Data Processor-1). Pada tahun 1966 Ralph Baer masih memegang teguh impiannya, yaitu menciptakan televisi yang bisa juga dipakai untuk bermain game. Setahun kemudian dia dan timnya akhirnya sukses menciptakan game interaktif yang bisa dimainkan di televisi. Pada tahun 1968 televisi yang bisa dipakai untuk bermain game ciptaan Ralph Baer dan kawan-kawannya tersebut dipatenkan (Leonard Herman, 2002, 3).
Pada tahun 1972 seorang bernama Bushnell, setelah meninggalkan perusahaan Nutting oleh karena masalah pembagian keuntungan, mendirikan perusahaan game-nya sendiri. Bushnell tidak sendiri, dia melakukannya bersama-sama dengan Dabney. Perusahaan itu diberi nama Atari, sebuah istilah dari sebuah game Jepang berjudul Go. Istilah “atari” sendiri memiliki makna yang setara dengan kata “skak” dalam permainan catur. Bushnell kemudian mempekerjakan Al Alcorn untuk memprogram sebuah video game tennis sederhana. Game itu diberi nama Pong dengan dua alasan: (1) “pong” adalah bunyi ketika bola di dalam game itu terkena raket atau sisi layar, dan (2) karena nama “Ping-Pong” sudah terlebih dahulu dipatenkan. Pong kemudian diuji-cobakan pada Andy Capps, sebuah bar lokal. Dalam waktu dua minggu, perangkat permainan itu rusak karena kotak koinnya tidak lagi mampu menampung koin-koin yang masuk. Pong sukses besar (Leonard Herman, 2002, 4-5).
Setelah Atari mendapatkan sukses besar, beberapa perusahaan video game mulai meluncurkan konsol video game rumahan. Pada tahun 1976 lahirlah cartridge untuk bermain game. Perusahaan Fairchild Camera & Instrument meluncurkan Video Entertainment System, sebuah konsol game rumahan pertama. Kita bisa bermain berbagai macam game dengan mengganti cartridge-nya. Di tahun yang sama Exidy Games meluncurkan Death Race 2000, sebuah game yang diciptakan berdasarkan sebuah film tahun 1975 dengan judul yang sama. Game ini merupakan game yang mengandung kekerasan. Masyarakat kemudian memprotes kehadiran game  dengan kekerasan ini. Isu ini bahkan menjadi isu nasional, sehingga Death Race 2000 ditarik dari peredaran (Leonard Herman, 2002, 5).
Pada bulan Maret tahun 1978 Nintendo meluncurkan Computer Othello. Kemudian, pada tahun 1980 Namco meluncurkan Pac-Man, sebuah arcade game yang legendaris. Lebih dari 300.000 unit terjual di seluruh dunia. Pada awalnya Pac-Man bernama Puck-Man. Karena khawatir ada orang-orang nakal yang akan mengisengi kata “puck” itu, nama Puck-Man diubah menjadi Pac-Man. Pac-Man menjadi video game pertama yang digemari baik lelaki dan perempuan (Leonard Herman, 2002, 6-7).
Masih pada tahun 1980, Nintendo memasuki pasar Amerika Serikat. Minoru Arakawa, menantu dari Hiroshi Yamauchi (kepala perusahaan Nintendo Jepang), memindahkan kantor perusahaan ke Seattle, Washington. Akan tetapi, penjualan Nintendo di Amerika pada waktu itu bisa dikatakan gagal. Menghadapi hal itu, pada tahun 1981 seniman Nintendo bernama Shigeru Miyamoto menciptakan Donkey Kong. Karakter protagonis dari game itu pada mulanya diberi nama Jumpman. Misinya adalah menyelamatkan kekasihnya yang bernama Pauline dari kera-kera gila. Kemudian, nama Jumpman diubah menjadi Mario untuk menghormati Mario Segali, orang yang telah menyewakan tanahnya untuk Nintendo Amerika (Leonard Herman, 2002, 7-8).
Pada tahun 1985 seorang programer Russia bernama Alex Pajitnov mendesain game Tetris. Permainan puzzle ini sangat sederhana dan bisa dimainkan pada berbagai macam perangkat, mulai dari gembot (game watch) yang sederhana hingga PC. Setahun kemudian, pada tahun 1986, Nintendo meluncurkan NES (Nintendo Entertainment System) secara lebih luas, tidak hanya di kota New York saja, melainkan di seluruh penjuru Amerika Serikat. Permainan legendaris dari konsol ini adalah Super Mario Bros. Sementara itu, untuk menandingi kesuksesan NES, Sega meluncurkan Sega Master System (SMS). Akan tetapi, Nintendo berhasil mengalahkan rival-rivalnya. Beberapa game lahir untuk dimainkan pada konsol ini, termasuk salah satu game legendaris The Legend of Zelda. Bahkan, beberapa perusahaan game bergabung dengan Nintendo sebagai third-party developers. Salah satu perusahaan itu adalah Namco (Leonard Herman, 2002, 11-12).
Pada tahun 1989 Nintendo memperkenalkan Monochrome Game Boy. Konsol tersebut dapat dipakai untuk bermain Tetris, dan versi Game Boy dari Super Mario, yaitu Super Mario Land. Sementara itu pada tahun yang sama Sega meluncurkan 16-Bit Genesis (Leonard Herman, 2002, 13).
Tahun 1990 merupakan tahun emas bagi Nintendo. Pada tahun itu, Nintendo meluncurkan game legendaris Super Mario 3. Kemudian, khusus untuk para gamers Jepang, Nintendo meluncurkan Super Mario 4: Super Mario World, yang memperoleh sukses besar di sana. Setahun kemudian, 1991, Nintendo meluncurkan SNES (Super Nintendo Entertainment System). Sega pun tidak mau ketinggalan. Sega memperkenalkan suatu tokoh legendaris, yaitu Sonic the Hedgehog. Misi utama yang diemban Sonic tidak lain adalah menumbangkan dominasi Super Mario, tetapi sepertinya Super Mario masih tetap lebih unggul. Di tahun yang sama, Capcom meluncurkan Street Fighter II (Leonard Herman, 2002, 13-14).
Pada tahun 1995, setelah melalui kerja sama yang gagal dengan Nintendo, Sony meluncurkan PlayStation (Leonard Herman, 2002, 17). PlayStation tidak lagi menggunakan cartridge, melainkan CD. Di Indonesia sendiri kehadiran Sony PlayStation berhasil menyingkirkan Nintendo dan Sega. Arena-arena bermain dan/atau rental PlayStation menjamur di mana-mana. Pada saat itu, anak-anak, yang orang tuanya tidak memiliki cukup uang untuk membeli konsol bagi mereka, dapat bermain PlayStation selama satu jam dengan uang Rp 1.500,00 atau Rp 2.000,00 di arena-arena bermain PlayStation, atau menyewa PlayStation itu untuk dibawa pulang ke rumah selama sehari (24 jam) dengan uang Rp 30.000,00.
Pada bulan November 1996 Bandai meluncurkan Tamagotchi di Jepang. Tamagotchi adalah perangkat game kecil sederhana dan portabel. Dengan alat itu, kita bisa memelihara hewan peliharaan virtual. Tamagotchi segera menjadi begitu populer di Jepang. Kemudian, Bandai meluncurkan Tamagotchi di Amerika Serikat. Tidak lama kemudian, perusahaan-perusahaan lain meluncurkan hewan peliharaan virtual serupa (Leonard Herman, 2002, 20-21).
Pada tahun 1997 Sony PlayStation berhasil menjadi konsol yang paling populer di seluruh penjuru dunia (Leonard Herman, 2002, 18). Pada tahun inilah Square Soft (sekarang Square Enix) meluncurkan salah satu game legendaris, Final Fantasy VII[4]. Final Fantasy VII pada mulanya dikembangkan untuk bisa dimainkan di konsol Nintendo. Akan tetapi, game ini terlalu panjang dan berat untuk sebuah cartridge, sehingga pihak Square Soft memutuskan untuk meluncurkan game ini dengan format CD untuk konsol PlayStation.[5]
Pada tahun 1998-1999 terdapat rumor bahwa Sony akan merilis PlayStation 2. Sony sendiri mengaku bahwa mereka memang tengah mengembangkan sebuah konsol baru sebagai penerus generasi lama. Banyak kalangan memprediksi konsol baru Sony tersebut akan diluncurkan pada tahun 2000 dan akan menggunakan keping kaset DVD. Sony akan bekerja sama dengan Toshiba untuk mengembangkan chipset dari konsol baru tersebut (Leonard Herman, 2002, 23).
Pada tahun 23 November 1998 Nintendo merilis The Legend of Zelda: Ocarina of Time untuk dimainkan di Nintendo 64. Beberapa saat setelah diluncurkan, game ini langsung dipesan sejumlah 325.000 keping cartridges. Pada akhir tahun itu Nintendo telah menjual 2,5 juta kopi game ini, menghasilkan penjualan sejumlah $150 juta. Bandingkan dengan penjualan film Disney berjudul A Bug’s Life, sebuah film dengan penjualan tertinggi pada waktu itu, yang “hanya” menghasilkan $114 juta di box office (Leonard Herman, 2002, 23-24).
Pada tahun 1999 Nintendo menghadirkan Pokémon (Pocket Monsters) di Amerika. Ketika game ini diluncurkan untuk dimainkan di perangkat Game Boy dalam dua edisi pada bulan September, Pokémon segera menjadi game yang paling laris dengan cepat. Kemudian Nintendo juga meluncurkan sebuah game Pokémon yang mirip Tamagotchi berjudul Pocket Pikachu. Pikachu adalah karakter monster di dalam game Pokémon yang paling digemari. Karena game Pocket Pikachu yang mirip Tamagotchi itu bisa juga dipakai sebagai pedometer (alat pengukur jumlah langkah kaki), master Pokémon bisa melatih dan memperkuat Pikachunya hanya dengan berjalan saja (Leonard Herman, 2002, 24). Pokémon itu sendiri kemudian menjadi anime yang legendaris.
Masih pada tahun 1999, Nintendo meluncurkan Game Boy Advance, sebuah perangkat dengan kapasitas warna 32-bit, yang bisa dikombinasikan dengan telefon seluler (HP) untuk akses internet. Sementara itu Microsoft pun turut terjun pula. Microsoft pada tahun itu tengah menyiapkan sebuah konsol yang diberi nama X-Box. X-Box menggunakan OS (operating system) Windows CE. Juga di tahun 1999 akhirnya Sony merilis spesifikasi dari versi terbaru PlayStation mereka, yaitu PlayStation 2. PlayStation 2 diotaki oleh sebuah mikroprosesor Toshiba/Sony 250MHz. PlayStation 2 bisa dipakai untuk memainkan game serta untuk memainkan audio CD dan DVD (Leonard Herman, 2002, 26).
Pada tahun 2000 Sony resmi diluncurkan PlayStation 2 sementara itu Bill Gates, bos Microsoft, secara resmi meluncurkan X-Box. Bill Gates meyakinkan para gamer bahwa X-Box bukan merupakan PC yang diberi baju baru (Leonard Herman, 2002, 27-28). Maka, dimulailah era baru pertarungan sengit dua konsol: X-Box vs PlayStation. Kini PlayStation sudah sampai pada generasi keempat. Game legendaris Final Fantasy VII yang dirilis pada tahun 1997 untuk konsol PlayStation pada tahun ini (2015) akan di-remake untuk dimainkan pada konsol PlayStation 4.[6]

Bibliografi
Leonard Herman, dkk., 2002, The History of Video Games, Gamespot, (http://gamespot.com/gamespot/features/video/hov/index.html), diakses 29 Mei 2015
Rus McLaughlin, 30 April 2008, IGN Presents: The History of Final Fantasy VII, The Epic RPG That Changed Everything, (www.ign.com/articles/2008/05/01/ign-presents-the-history-of-final-fantasy-vii), diakses 22 Juni 2015
https://www.wikipedia.org/wiki/Final_Fantasy_VII




[1] Leonard Herman, Jer Horwitz, Steve Kent, dan Skyler Miller, The History of Video Games, Gamespot, 2002, 1 http://gamespot.com/gamespot/features/video/hov/index.html
[2] Saya mengikuti sejarah video game berdasarkan ulasan Leonard Herman, akan tetapi tidak semua saya sajikan di sini. Yang saya sajikan di sini hanyalah beberapa momentum tertentu yang berkaitan dengan nama-nama yang terdengar familiar bagi telinga orang Indonesia (seperti misalnya Nintendo, SEGA, tetris, atau PlayStation) dan momentum-momentum tertentu yang sangat menentukan sejarah (konsol) video game itu.
[3] leave luck to heaven
[4] Final Fantasy VII akan saya pakai sebagai salah satu contoh pada ulasan di bawah.
[5] www.ign.com/articles/2008/05/01/ign-presents-the-history-of-final-fantasy-vii
[6] https://www.wikipedia.org/wiki/Final_Fantasy_VII

Comments