SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

AFORISME AGUSTUS-SEPTEMBER 2017

Bercinta Bagi Kelas Proletar

Bagi kelas proletar yang tidak memiliki televisi, tidak memiliki radio, bahkan tidak memiliki handphone yang bisa buat internetan, bercinta bisa menjadi satu-satunya hiburan yang bisa bikin lupa bahwa ini tanggal tua.

27 Agustus 2017
@KalongGedhe

***


KOMIDI PUTAR

Hidup itu seperti menaiki Komidi Putar tanpa wiyu-wiyu. Supaya gayeng, sebaiknya aku menyuarakan wiyu-wiyu itu dari mulutku sendiri... semata agar Komidi Putar ini tetap komidi.

31 Agustus 2017
@KalongGedhe

***


 

Tuhan

1. Aku tidak tahu (si)apa Tuhan bagimu. Bagiku, Tuhan itu pelawak yang gak lucu. Jayus. Namanya aja Jayus Kristus!!!

2. Pernah suatu sore aku mencari Tuhan di belakang altar. Tapi aku tidak menemukan Tuhan di sana. Akhirnya, aku pergi ke pasar. Tuhan sedang sakit kusta, telanjang, di sudut pasar itu. Dia memandangiku. Apa yang Dia mau?

3. Suatu siang kudapati jalanan macet. Orang-orang berdemo, membawa-bawa Nama Tuhan. Tapi tak kulihat Tuhan di sana. Ternyata, Tuhan sedang menunggui orang bercinta! “Aku sedang menciptakan anak manusia!” sabda-Nya.

4. Sering kali kudapati Tuhan yang diam. Tak sepatah kata pun Dia sabdakan. Biasanya yang cerewet itu justru para Pengkhotbah... . Cerewet... karena dapat uang dari cerewetnya itu. Sekali “Tuhan sertamu”, sepuluh juta bisa masuk kantong. Tapi, sering kali Tuhan itu diam. Tak terperi. Melampaui bahasa. Sebab, bahasa itu tak paripurna. Petanda apa yang bisa kita berikan kepada Penanda “Tuhan”?

Jalan Ruwet Duwet, 07 September 2017
@KalongGedhe



Comments