KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

AFORISME AGUSTUS-SEPTEMBER 2017

Bercinta Bagi Kelas Proletar

Bagi kelas proletar yang tidak memiliki televisi, tidak memiliki radio, bahkan tidak memiliki handphone yang bisa buat internetan, bercinta bisa menjadi satu-satunya hiburan yang bisa bikin lupa bahwa ini tanggal tua.

27 Agustus 2017
@KalongGedhe

***


KOMIDI PUTAR

Hidup itu seperti menaiki Komidi Putar tanpa wiyu-wiyu. Supaya gayeng, sebaiknya aku menyuarakan wiyu-wiyu itu dari mulutku sendiri... semata agar Komidi Putar ini tetap komidi.

31 Agustus 2017
@KalongGedhe

***


 

Tuhan

1. Aku tidak tahu (si)apa Tuhan bagimu. Bagiku, Tuhan itu pelawak yang gak lucu. Jayus. Namanya aja Jayus Kristus!!!

2. Pernah suatu sore aku mencari Tuhan di belakang altar. Tapi aku tidak menemukan Tuhan di sana. Akhirnya, aku pergi ke pasar. Tuhan sedang sakit kusta, telanjang, di sudut pasar itu. Dia memandangiku. Apa yang Dia mau?

3. Suatu siang kudapati jalanan macet. Orang-orang berdemo, membawa-bawa Nama Tuhan. Tapi tak kulihat Tuhan di sana. Ternyata, Tuhan sedang menunggui orang bercinta! “Aku sedang menciptakan anak manusia!” sabda-Nya.

4. Sering kali kudapati Tuhan yang diam. Tak sepatah kata pun Dia sabdakan. Biasanya yang cerewet itu justru para Pengkhotbah... . Cerewet... karena dapat uang dari cerewetnya itu. Sekali “Tuhan sertamu”, sepuluh juta bisa masuk kantong. Tapi, sering kali Tuhan itu diam. Tak terperi. Melampaui bahasa. Sebab, bahasa itu tak paripurna. Petanda apa yang bisa kita berikan kepada Penanda “Tuhan”?

Jalan Ruwet Duwet, 07 September 2017
@KalongGedhe



Comments