KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

SEBUAH BAIT KUDUS


SEBUAH BAIT KUDUS

Tubuhmu adalah Bait Suci,
tempat aku berziarah menghadap Hyang Widhi.
Matamu adalah matahari kembar,
yang membuat hati-jiwaku terbakar.
Bibirmu adalah sarang madu,
manis asmara kucecap meresap hingga kalbu.
Payudaramu adalah gunung-gunung pemujaan;
di sanalah mata air, tempat aku mereguk kehidupan.
Garbamu adalah altar kudus yang mulia,
tempat Tuhan berkarya mencipta cinta jadi manusia.

Sepasang kekasih berdoa di hadapan Sang Anak Domba. Dokumen pribadi.

Oh Kasih, betapa aku rindu
bersembahyang pada Kuil itu.

Malang, 01 Desember 2019
Padmo Adi

Comments