PADMOSOEDARJO, Sang Pejuang dan Pecinta

PADMOSOEDARJO Sang Pejuang dan Pecinta   Padmosoedarjo muda. Foto koleksi pribadi . Padmosoedarjo, atau yang kupanggil Eyang Daryo, adalah Veteran Perang Kemerdekaan Indonesia. Eyang Daryo berjuang di bawah Ignatius Slamet Rijadi, khususnya pada peristiwa Serangan Umum Surakarta. Anak-anak Lurah Atmowirogo. Padmosoedarjo muda adalah dua dari kiri. Foto dokumen pribadi . Dari kiri ke kanan: Siti Nonijah, Hadrianus Denda Surono, Maria Goretti Purwini, dan Padmosoedarjo. Foto dokumen pribadi . Padmosoedarjo adalah seorang pejuang sekaligus pecinta. Ketika Siti Nonijah, istrinya, mengajukan pilihan sulit, pilih tetap jadi tentara atau pilih dirinya, Eyang Daryo lebih memilih istrinya, kekasih hatinya. Kemudian dia menjalani hidup sederhana di Kauman, Surakarta. Di usia senjanya, dia lebih dikenal sebagai tukang pijat bayi. Antara Thanatos dan Eros, jelas dia memilih Eros. Padmosoedarjo bersama salah seorang anak menantunya dan salah seorang cucunya,  Adita Dyah Padmi Noviati. Fot

NASIHAT SEORANG BAPAK TENTANG CINTA KEPADA PUTRA-PUTRANYA

NASIHAT SEORANG BAPAK TENTANG CINTA KEPADA PUTRA-PUTRANYA

*kepada Karna dan Sena

 

Aku berterima kasih atas kehadiran kalian

Dulu aku berharap punya adik laki-laki

tapi Tuhan memberiku kalian berdua

 

Kuberi nama Karna dan Sena

Dua Senapati yang gagah maju perang Bharatayudha

Yang jelas, kalian adalah seorang Padma

Trah Padmasusastra

Dalam nadimu mengalir darah Orang Merdeka


Kalian adalah anak-anak subuh

Lahirmu sebelum matahari meraja

Putra-putra KalongGedhe

Putra-putra Kartika,

bintang selatan yang menerangi malam-malamku.

 

Hari ini aku hendak mengajarimu cinta!

Kalian ini laki-laki,

tidak merengek minta cinta.

Tapi kalian beri cinta itu, bahkan

dengan menumpahkan darah dan mengiris dagingmu.

 

Namun, camkanlah pesanku ini,

jangan pernah menawarkan cinta,

sebelum kalian berjumpa dengan Kesejatian Dirimu.

Temukan itu lewat suatu misi yang kalian jalani.

Temukan itu lewat perutusan hidup yang kalian lakoni.

Temukan itu lewat perjuangan dan air mata.

Temukan itu lewat luka dan derita.

 

Hanya yang berjuang hingga menangislah

yang tahu betapa berharganya kebahagiaan dalam kebersamaan.

Hanya mereka yang berani terluka dan menanggung deritanyalah

yang tahu betapa berharganya peluk cinta penuh kasih sayang.

 

Menangislah jika harus menangis.

Namun, jangan pernah merengek!

Setelah puas menangis, bangkit... berdirilah!

Selesaikanlah perutusanmu, perjalananmu!


Dokumen pribadi.


Tatkala kau telah berjumpa dengan Kesejatianmu,

tawarkanlah cinta itu, pada yang kaukasihi.

Tawarkan, jangan paksakan.

Jika penolakan yang kaudapatkan,

sedihlah secukupnya, lalu pergi.

Lanjutkan hidupmu!

Jika penerimaan yang kauperoleh,

berbahagialah secukupnya,

lalu lanjutkan hidupmu bersama yang kaukasihi itu.

 

Hanya saja...

jangan pernah kausentuh Keperempuanannya

sebelum kau merasa sanggup bersamanya sehidup-semati.

Hormatilah dia, selayaknya kauhormati Ibu Prativi!

 

Kita adalah para lelaki.

Kelelakian kita tidak diafirmasi

pada berapa perempuan yang kita hamili!

Kelelakian kita hanya bisa diafirmasi oleh sesama lelaki...

lewat perjuangan

lewat perutusan

lewat misi yang kita emban

lewat luka, darah, dan air mata

 

Jangan pernah mencari afirmasi kelelakian

lewat payudara dan vagina perempuan!

Sebab, hanya kehampaan yang akan kaudapatkan.

 

Bersanggamalah bersama yang kaukasihi,

tatkala kaurasa kautelah berani sehidup-semati bersamanya!

 

Cinta itu adalah pilihan, wahai Putra-putra Nugraha!

Pilihan bebas dengan konsekuensi dan tanggung jawab.

Cinta itu adalah persembahan hidup, wahai Putra-putra Surana!

Persembahan tubuh dan darah mulia.

 

Merdekalah!

Lepas bebaslah!

Mencintalah dengan gagah!

Wahai Sanjaya dan Nayaka.

 

Malang, 12 12 2021

Padmo Adi

Comments