TAK LAGI DEKAT MEZBAH ALLAH

TAK LAGI DEKAT MEZBAH ALLAH   Tubuh Tuhan dikonsekrasikan. Dokumen Pasukan Komsos Singosari. Sebenarnya aku ini terlanjur ajur remuk dan terkutuk Bayang maut yang merenggut menjelma jadi takut   Bapak tidak genap empat lima   Kupunguti pecahan diriku yang berserakan di jalanan Aku tak nemu kedamaian di dalam gereja Tuhan   Lucunya, belasan tahun silam rasa yang sama pernah melanda Namun, kini aku lebih bisa nerima   Kubawa puing-puing itu dan kurangkai laksana kain perca   Mungkin ada baiknya aku tak lagi dekat mezbah Allah Tempatku jelas bukan sekitar altar Tempatku tidak di atas mimbar Tempatku ada di belakang layar di sudut sujud, penuh kemelut   Dosa-dosa kuhitung Doa-doa membubung   Ah... biarlah aku mengabadikan kejadian keajaiban Tubuh dan Darah Tuhan dikonsekrasikan   Aku rindu makan Daging Tuhan! dan minum Darah-Nya!   Sungguh aku tak layak Tuhan...

KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

 KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

 


Pada suatu malam Sang Hyang bersabda,

“Pergilah ke Timur,

ke tanah yang Kujanjikan

keluarlah dari kota ayahmu

pergilah dari kota kakek moyangmu

seperti halnya Isyana boyongan

begitulah kamu akan mengenang

moyangmu yang di Medang.”

 

Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang,

sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang.

Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika

yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa.

Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi,

ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah!

Bapak sendiri adalah pegawai negeri,

guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.

 

Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa

Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta

Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami?!

Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?

 

Belum genap semua terjawab,

empat kali bumi kelilingi matahari!

Pun baru purna enam purnama,

saat aku tetirah di timur Singhasari,

oh, aku harus beranjak lagi...

mengangsu lagi, menimba lagi!

Namun, ini waktu

aku tak boleh balik ke sumur Ayodya

yang airnya bagai susu payudara Ibu!

Mataram hijau... Mataram biru... .

 

Dhuh, Sang Akarya Jagad,

                ke mana Kaukehendaki aku pergi?

Haruskah aku berlari ke Barat

berdiri di Piazza San Pietro

lalu berbisik...

“Nelle tue mani

rimetto lo spirito mio”?!

Sementara ragaku telah dimiliki negeri ini.

 

Singosari, 10 Oktober 2023

Padmo Adi

Foto Piazza San Pietro, oleh-oleh dari Tengsoe Tjahjono


Comments