SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

MASIH KUSEBUT NAMAMU

MASIH KUSEBUT NAMAMU

Masih kusebut namamu
walau belasan bulan telah berlalu

Jauh di rantau
kutahan rindu yang mengigau

Rawatlah bocah itu
walau masih di dalam rahimmu

Jika kupulang nanti
akan kunamai dia Salib Merah

Jika lahir nanti
‘kan kuwariskan isi kepalaku

Dia akan berteriak sebagaimana Ayub
dan Tuhan pun disungsangkannya

Namun, takkan kuajari dia membunuh
karena dia ada oleh karena cinta kita

Takkan kuajari mengoyak TUHAN
karena TUHAN membiarkannya diperkandungkan

Masih kusebut namamu
tanda rinduku

-Tepi Jakal 26 Oktober 2010-

Kalong Gedhe

Comments