KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

MASIH KUSEBUT NAMAMU

MASIH KUSEBUT NAMAMU

Masih kusebut namamu
walau belasan bulan telah berlalu

Jauh di rantau
kutahan rindu yang mengigau

Rawatlah bocah itu
walau masih di dalam rahimmu

Jika kupulang nanti
akan kunamai dia Salib Merah

Jika lahir nanti
‘kan kuwariskan isi kepalaku

Dia akan berteriak sebagaimana Ayub
dan Tuhan pun disungsangkannya

Namun, takkan kuajari dia membunuh
karena dia ada oleh karena cinta kita

Takkan kuajari mengoyak TUHAN
karena TUHAN membiarkannya diperkandungkan

Masih kusebut namamu
tanda rinduku

-Tepi Jakal 26 Oktober 2010-

Kalong Gedhe

Comments