SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

SEBUAH BAIT KUDUS


SEBUAH BAIT KUDUS

Tubuhmu adalah Bait Suci,
tempat aku berziarah menghadap Hyang Widhi.
Matamu adalah matahari kembar,
yang membuat hati-jiwaku terbakar.
Bibirmu adalah sarang madu,
manis asmara kucecap meresap hingga kalbu.
Payudaramu adalah gunung-gunung pemujaan;
di sanalah mata air, tempat aku mereguk kehidupan.
Garbamu adalah altar kudus yang mulia,
tempat Tuhan berkarya mencipta cinta jadi manusia.

Sepasang kekasih berdoa di hadapan Sang Anak Domba. Dokumen pribadi.

Oh Kasih, betapa aku rindu
bersembahyang pada Kuil itu.

Malang, 01 Desember 2019
Padmo Adi

Comments