SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Tempe Goreng Berdarah

Tempe Goreng Berdarah
*kepada Vina Rete

Setiap kali aku makan tempe goreng
setiap kali pula aku harus meminta maaf
kepada suku anak dalam
kepada orang-orang dayak
bahkan juga kepada orangutan

Sebab...
tempeku digoreng dengan minyak
yang perkebunannya disuburkan
dengan darah mereka semua!
Para manusia sederhana
serta hewan tak berdosa

Pada setiap gigit renyah tempe goreng itu
menetes darah
melumuri ini wajah
merah

Surakarta, 21 Desember 2013
Padmo Adi

Comments

Post a Comment