KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

SEMBILAN BELAS PEMUDA JALAN CEMARA

SEMBILAN BELAS PEMUDA JALAN CEMARA

 

19 Novis MSF 2007/2008

kita pernah bersama di kaki Merbabu, di Salatiga
kita pernah bersama di kaki Merapi, di Yogyakarta
lalu kita tempuh perutusan kita masing-masing
kini kita berserakan di kota-kota yang asing

takkan pernah terulang makan siang bersama di Jalan Cemara
takkan pernah terlupa malam-malam hening penuh dengan doa
takkan pernah kembali pagi-pagi buta dan segelas anggur misa
apa kabar gadis cantik penjaga warnet bernama Memi di sana?

 

29 Oktober 2020

Padmo Adi


Comments

Post a Comment