MARIA GRAVIDA: Merefleksikan Peristiwa Kehamilan Maria, Kala Maria Mengalami Perubahan Radikal pada Tubuhnya

 MARIA GRAVIDA Merefleksikan Peristiwa Kehamilan Maria Kala Maria Mengalami Perubahan Radikal pada Tubuhnya Patung Maria Gravida berjudul Humanity of Mary  karya Galuh Sekartaji Patung ini sekarang ada di Kapel Kanisius, Jakarta Foto oleh Alexander Koko, S.J. Dari sekian banyak hal yang dapat dilakukan perempuan tanpa dapat dilakukan laki-laki, salah satunya adalah hamil. Perempuan secara biologis dianugerahi rahim, tempat tumbuhnya janin selama kurang-lebih 9 bulan. Peristiwa hamil dapat memiliki beragam makna bagi diri perempuan; bisa positif bisa juga negatif. Pada umumnya banyak perempuan menanti-nantikan kehamilan ini, bahkan merawat kehamilan ini dengan sungguh, hingga melahirkan nanti. Walau, dalam beberapa kasus ada juga kemudian perempuan yang menolak kehamilannya. Penolakan kehamilan ini biasanya terjadi karena situasi sosial yang tidak mendukung, misalnya ketiadaan lelaki—sang suami. Situasi tanpa lelaki (baca: suami) itu pulalah yang dialami Maria (atau dalam tr...

TENTANG CINTA

TENTANG CINTA

Cinta bukan sekadar soal perasaan cengeng saja. Cinta adalah voluntas, sebuah kehendak yang akan menggerakkan seluruh kemanusiaan. Aku mencintai seseorang, berarti aku akan melakukan apa saja untuk membuat dia bahagia, melakukan apa saja hanya untuk dia. Namun, itu bukan berarti aku menihilkan kemanusiaanku. Justru cinta (dalam perspektif hubungan pria-wanita) adalah sebuah dialog terus-menerus antara dua subyek yang otonom. Jika tidak demikian, bukan cinta yang ada, melainkan hasrat possessive. Hasrat ini mengandaikan suatu kepemilikan, kamu adalah milikku. Ini berarti aku mengobyekkan kamu. Maka, aku mereduksi kemanusiaanmu hanya sebagai properti.

Pereduksian kemanusiaan menjadi hanya suatu properti itu akan menyebabkan ketidakadilan. Akan ada penindasan kemanusiaan di sana. Maka, tak heran banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga sebab bukan cinta yang melingkungi melainkan hasrat possessive. Hasrat possessive itu lahir dari kepribadian yang tidak dewasa, kepribadian yang egosentris, egois. Orang yang egois tidak dapat mencintai dengan baik sebab dia tak pernah merasakan cinta itu sendiri. Bahkan, dia tak mampu mencintai dirinya sendiri dengan baik.

Sedangkan cinta yang adalah voluntas akan mendorong dan menarik seseorang melakukan apapun untuk nilai tertinggi. Cinta itu akan membuat orang itu men-actus-kan seluruh potentia yang ada padanya. Maka, tak heran banyak pria/wanita menjadi seakan-akan lain dari biasanya ketika jatuh cinta, menjadi pribadi lebih baik. Yang tidak mereka sadari adalah bahwa kepribadian itulah kesejatian diri mereka sebenarnya. Namun, banyak orang malu akan kesejatian mereka itu hingga mereka lebih suka mengenakan topeng-topeng kehidupan.

Perjuangan mencapai nilai tertinggi, katakanlah misalnya eudaimonia (kebahagiaan), oleh karena cinta bahkan akan membuat seseorang mampu mengorbankan aspek badannya. Pernyataan ini tidak berarti dualistis, bahwa badan dan jiwa adalah aspek yang terpisah begitu saja. Justru dalam pengorbanan aspek badan itulah jiwa semakin membadan dan kemanusiaan seorang manusia mencapi nilainya yang tertinggi.

Banyak orang salah mengartikan cinta. Mereka berpikir cinta adalah suatu omong kosong belaka. Sebenarnya, orang semacam itu adalah orang yang belum pernah bertemu dengan cinta itu sendiri atau mungkin adalah orang yang tidak berani menghadapi pedih oleh karena cinta. Cinta memang adalah nilai tertinggi yang patut diperjuangkan dan tidaklah mudah untuk mendapatkan sebuah nilai tertinggi, perlu pengorbanan di sana. Tentu pengorbanan itu menghasilkan luka. Atau, orang terluka oleh sesuatu yang mengatasnamakan diri cinta tetapi pada hakikatnya tak lebih dari pada hasrat possessive, entah dari yang mengaku mencinta atau yang didaku dicinta.

Cinta adalah suatu nilai yang ditanam dalam dasar hati kita, dasar esensi kemanusiaan kita. Orang yang benar-benar mencintai akan menghargai kemanusiaan itu sendiri, dalam arti bahwa hubungan yang berusaha dia jalin dengan seseorang yang dia cintai adalah hubungan subyek-subyek, bukan subyek-obyek. Ketika seseorang menghargai dan menghormati orang yang dia cintai sebagai subyek, dia akan menghormati dan menghargai segala keputusannya sebab bagi dia mencintai berarti kebahagiaan yang dicintai.

Padmo “Kalong Gedhe” Adi

Comments