KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

Kama Sandyakala

Kama Sandyakala

di kamar ini
kama menjelma kata,
kata menjadi puisi...
aku telah mati berkali-kali...
namun aku tetap ada

tapi senja ini aku tak mati
sebab aku masih bertahan
oleh karena secuil harapan
bahwa kau akan kembali

kusiapkan dupa wangi
kusebar bunga melati
lalu esok kita berpagutan
sembari memuji Tuhan

kita adalah dua garuda
yang saling berpagutan
dan meluncur ke bumi...
lalu pisah sebelum menghujam tanah
untuk kembali ke angkasa
dan berpagutan kembali

Surakarta, 24 Oktober 2012
Padmo Adi

Comments