SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Nasi Sisa Semalam

Nasi Sisa Semalam

Ibu, aku lapar
Adakah yang bisa kumakan
sekadar mengganjal perut sepanjang pagi?

Ibu, aku mengerti
aku belum mampu bekerja sendiri
sehingga untuk sesuap nasi masih meminta

Ibu, adakah makan?
Semoga ini terakhir kali aku minta
dan hari ini aku bisa mencari nasiku sendiri





Nak, aku belum menanak pagi ini
Ibu juga belum membeli kebutuhan hari ini
Uang tiada, susah dicarinya
sementara harga semakin mahal saja
Namun, kalau engkau tak mengapa,
ada nasi sisa semalam di meja

Warung Susu Kayen, 06 Juli 2012

Padmo “Kalong Gedhe” Adi

Comments