KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

Bukan Salahmu

Bukan Salahmu

Perempuan...
serapat apapun engkau menyembunyikan tubuhmu,
takkan menghalangi bangkitnya hasratku.
Sebab,
hasratku tidak berasal dari tiap sudut tubuhmu,
tetapi terbit dari diriku yang retak ini.

Hasrat itu menyelinap
di sesela retakan diriku,
mengucur,
muncrat
pada tubuhmu...
hingga seolah-olah berasal dari sana.

Terkadang,
muncratannya kujadikan cat warna...
dan dengan kuas kulukis wajahmu
pada kanvas di rongga jiwaku.

@KalongGedhe
#lacaniantheoryinpoetry

Comments