KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

Tersesat

Tersesat

Ini kepala penuh kata.
Di sisi, banyak buku tumpah.
Namun, kata tak kunjung menjelma kalimat.
Aku tersesat...
            tersesat pada lautan penanda
            tersesat pada samudera ide yang mendera.
Menulis tidak semudah berbicara.

Beri aku sebatang kretek,
atau temani di Ruang PKI*
            malam ini.

kepada mereka yang tengah menulis skripsi dan tesis
23 April 2014
Padmo Adi

*sebuah ruangan yang terletak di lantai 2 gedung pascasarjana Universitas Sanata Dharma

Comments