KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

BESOK TAK PERNAH TIBA

BESOK TAK PERNAH TIBA

segala yang kutahu...
aku terjepit dari segala penjuru!
tapi semua telah diseret ke hadapan mahkamah waktu...
bergeraklah hari ini...
sebab besok tak pernah tiba

tidak di manapun aku bisa bersembunyi
sebab penghakiman selalu tiba tepat waktu
menuntut perihal yang telah dilakukan
serta memaki segala sesuatu yang belum,
walau kita senantiasa membelum...
senantiasa tak paripurna

aku terlahir bukan sebagai siapa-siapa
tak ada yang terlahir sebagai siapa-siapa
juga raja
sebab raja itu bukan dilahirkan,
melainkan ditempa
oleh segala keputusan bebas yang dibuat
lalu mengkristal
menjadi nama
menjadi diri
menjadi cerita
menjadi legenda

sudah lama aku berlari
berkelana ke manapun jua
namun, masih kuingat pesan ini
"Jika kausenantiasa berjalan,
kapan kaubisa mengubah keadaan?"
besok...
besok tak pernah tiba

08 Oktober 2014
Padmo Adi

Comments