SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

NEGERI INI BUKANLAH MILIK KITA - Indonesia

NEGERI INI BUKANLAH MILIK KITA
Indonesia
*kepada Anak-Cucu

Wahai Anak-cucu, datanglah
‘Kan kukisahkan sebuah negeri
Tanahnya subur kaya melimpah
Tempat kita dilahirkan dan mati

Samudera biru luas membentang
Gunung-gunung tinggi menjulang
Langit lazuardi gilang-gemilang
Emas permata banyak tak terbilang

Di sini, di tanah ini kita dilahirkan
Di sini, di tanah ini kita dikuburkan
Keringat kita tercurah di atasnya
Darah kita tertumpah menyuburkannya

Akan tetapi, Anak-cucu, dengarlah
Negeri ini bukanlah milik kita
Negeri ini hanya milik yang kaya
Kita hanya menumpang hidup semata

Orang-orang kaya itu tak sudi berbagi
Warisan leluhur ini miliknya semata
Kita ini hanya menumpang hidup dan mati
Sebab, kata mereka kita malas bekerja

Tapi, Nak, kau jangan terkejut dikatai malas
Kubur kakek masih basah di Anyer-Panarukan
Hasil ladang nenek separuh untuk Bule culas
Mereka tidak bilang ini ketidakadilan

Negeri ini bukanlah milik kita
Negeri ini hanya milik yang kaya
Kita hanya menumpang hidup semata
Bukan Tuhan, sistem tak adil biangnya

Ngayodyakarta, 24 November 2014
Padmo Adi

Comments