AWAL DARI KISAH YANG LAIN

AWAL DARI KISAH YANG LAIN Desain cover oleh Daniela Triani   Kata Pengantar Kisah-kisah Problematika Gender yang Manga-esque   Buku ini adalah ruang-waktu yang kami ciptakan supaya teman-teman mahasiswa Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya, yang terlibat di dalamnya memiliki kesempatan untuk berkarya mengartikulasikan pengalaman dan pemahaman mereka akan gender dan problematika yang ada tentang gender tersebut. Tentu teori-teori gender itu mereka dapatkan di dalam kelas. Dalam kesempatan ini, diharapkan para mahasiswa mampu mem- break down dan mengartikulasikan teori tersebut melalui sebuah kisah (fiksi) yang lebih dekat dengan mereka. Tentu saja pembahasan mengenai gender ini selalu menarik dan selalu terbuka akan berbagai macam kemungkinan. Kisah tentang gender yang dihadirkan oleh teman-teman mahasiswa Sastra Jepang ini sungguh menarik; ada kisah yang menelusuri problematika gender itu di ranah yang paling privat—ketika seseorang mempertanyakan identitas gende

Puisi Sang Temanten

Puisi Sang Temanten

Ka, mungkinkah kita pernah bertemu pada kehidupan sebelumnya?
Sejak pertama kali bertemu denganmu di Tawangmangu itu,
aku merasa sudah mengenalmu. Gadis impiankukah engkau?
Dan, kusebut namamu, Kartika Indah Prativi, perempuan bersahaja.

Setelah kutinggalkan hidup pertapaanku, kita bertemu kembali.
Saat itu, aku menyadari bahwa engkaulah perempuan yang kucari.
Ingatkah ‘kau, Lapangan Pancasila Salatiga menjadi saksi cinta kita?
Di hadapan Bapa Langit dan Ibu Bumi kita ikrarkan janji kasih setia.

Jarak yang terbentang,
Sala - Salatiga...
Jogja - Jakarta...
tak mampu menghalangi gelombang gelora asmara yang menderu.
Enam kali bumi mengitari matahari, cinta kita telah ditempa hingga murni.


Shot by Arie Pigie, at Alas Bromo Karanganyar, Jateng

Namun, kita belum apa-apa, Ka. Hidup yang sebenarnya baru saja kita jalani.
Tepat pada hari ini kita kembali mengikrarkan janji kasih setia.
Kali ini, kita ucapkan itu di hadapan Allah Bapa di Surga dan umat manusia di dunia.
Mencintaimu, Ka, merupakan sebuah panggilan hidup yang hendak kujalani.

Rahmat kasih Allah melimpah, tercurah kepada kita hari ini
dan semua yang menyaksikannya turut serta bersorak bahagia.
Kita menghayati suatu misteri, sakramen suci, cinta manusia.
Maka, kemarilah, Kasihku. Bergiranglah seperti Hujan Bulan Februari

Pada bulan ini segenap makhluk memadu cinta
merayakan hidup penuh harapan baru di musim semi.
Sebab, di mana cinta dirayakan dengan gegap gempita
di situlah kehidupan dan harapan takkan pernah mati.

Dan, kita pun bersatu tubuh. Jiwa kita berselaras.
Tuhan Allah sendiri yang telah menyatukan.
Sehingga, memaknai teladan Sang Anak Domba
dengan berani kuserukan padamu...
Ka...
Inilah tubuhku yang diserahkan bagimu!
Inilah darahku yang dicurahkan bagimu!


Surakarta, 01 Februari 2016 
Padmo Adi

Comments