BULAN KEMERDEKAAN

  BULAN KEMERDEKAAN   麦わらの一味 Dua minggu lalu kita dipanggang matari dengan cinta mengenang kebebasan hormat pada Merah-Putih lambang darah-keringat perjuangan moyang simbol cinta-harapan hidup sejahtera di tanah merdeka, milik kita!   Pada Minggu itu aku saksikan kawan-kawanku berdandan a la pejuang dan pahlawan memainkan kembali kisah perlawanan Lalu bersama bergembira Delapan puluh tahun kita merdeka!   Merdeka? Kamis lalu seorang pemuda tewas dilindas ACAB! Hari ini seorang mahasiswa mati dipersekusi ACAB! Mana Sila Kedua Pancasila?!   Kami bersuara bukan karena benci! Kami hanya ingin Sila Kelima Pancasila terwujud nyata di tanah kita!   Aku tidak akan pernah lagi sudi mengajar Pancasila dan Kewarganegaraan di negeri ini!!!   Biadab-biadab itu adalah monster yang dididik untuk hanya tahu menyiksa, mendera, dan membunuh! Biadab-biadab itu adalah Herder yang dilatih untuk melindungi kepenti...

Sisa-sisa Ampas dan Anamnese

Sisa-sisa Ampas dan Anamnese

Sewaktu balita aku difoto sedang mengelapi Yamaha “robot” bapak, motor yang dijual ketika adikku bungsu lahir. Ketika remaja, aku difoto seakan-akan memboncengkan kedua adikku naik Suzuki Bravo, yang bapakku namai “Embrio”. Bapak lalu membeli Suzuki “plethuk” milik pakdhe. Pada beberapa kesempatan aku pergi ke SMA mengendarai Suzuki “plethuk” itu, sampai pada hari kematian bapak. Setelah bapak mati, aku menunggangi Honda Win100 bapak, yang kunamai “Puma”. Saat itulah petualanganku dimulai, menjelajah Solo Raya. Lalu, aku mengasingkan diri ke Salatiga. Win100 itu dijual mama, satu-satunya hal yang aku sesali dari keputusanku ke Salatiga. Di Salatiga itu, ketika semua konfraterku harus naik Avanza, magisterku mengizinkanku menaiki GL100-nya. Aku pun kembali ke Solo. Aku meminjam Yamaha Jupiter Z mata owl adikku untuk pergi lagi ke Salatiga, mencari cinta yang tertunda. Saat itulah aku mengalami kecelakaan parah, menabrak tong separator jalan di Ngasem. Pada tahun 2012 aku lulus kuliah. Mama menghadiahiku Honda NewMegapro. Motor pemberian mama itu kuberi nama “Kelelawar Tempur”. Bersamanya aku menjelajahi Pulau Jawa, Bali utara, dan Lampung selatan. Bersama Kelelawar Tempur, motor pemberian mama, itulah aku mengalami “(w)hole-ness”, sebuah keutuhan primordial, justru setelah kematian bapak, orang yang mengajariku bagaimana menunggang roda dua. Adalah sebuah sakramen, di mana seakan-akan aku berkendara bersama para leluhur. Sebuah jouissance lacanian yang tak/belum mampu kuperikan. Raungan suara knalpot itu menentramkan hati, seperti darasan mazmur biarawati.

02 – 03 Februari 2017
Padmo Adi

Comments

  1. Lha d fb ada fotone. Lha d blog kok gk ada ki py critane yo? Berharap paham, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku memberi ruang di sudut blog-ku supaya blog-blog yang aku ikuti nongol, sehingga pembacaku bisa mampir ke blog-blog yang aku ikuti itu. Nah, blog-blog yang nongol di sudut blog-ku itu kadang ada fotonya. Mungkin sewaktu aku menge-share tulisan ini di facebook, ada blog-mu lagi nongol, Mas :D

      Delete

Post a Comment