SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Mereguk dari Payudaramu yang Agung

Mereguk dari Payudaramu yang Agung

Ibu... mengapa...?
Mengapa kaulakukan itu?

Aku mencari anak-anak
hingga ke kota-kota yang jauh
Aku membawa anak-anak itu
untuk menyusu padamu
mereguk dari payudaramu yang agung
yang, kukira, kaya
dipenuhi pengetahuan dan kebijaksanaan

Tapi mengapa...
justru kauhisap mereka
tepat di ubun-ubun?

Surakarta Utara, 23 April 2017
Padmo Adi (@KalongGedhe)

Comments