KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

Mamah adalah Rumah


Mamah adalah Rumah
*kepada Maria Goretti

Mamah adalah rumah
tempat aku menceritakan segala gundah
mulai dari luka cinta infantil kala remaja
hingga cita-cita dan fantasi tentang dunia

Mamah adalah rumah
tempat aku pulang kembali setelah lelah
memburu, membunuh bayang samar Bapak
hingga aku sendiri pun punya anak-anak

Mamah adalah rumah
tempat aku istirah sebelum lanjut menjelajah
mewujudnyatakan hasrat-hasrat masa muda
walau beberapa telah kukubur dan kulupa

Mamah adalah rumah
tempat aku nanti rebah di alam barzah
Dari rahim Mamah aku lahir ke dunia ini
ke dalam rahim pertiwi aku akan kembali

Surakarta, 24 Juni 2020
Padmo Adi


Ibu

Comments