KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING

  KISAH PERANTAU DI TANAH YANG ASING   Pada suatu malam Sang Hyang bersabda, “Pergilah ke Timur, ke tanah yang Kujanjikan keluarlah dari kota ayahmu pergilah dari kota kakek moyangmu seperti halnya Isyana boyongan begitulah kamu akan mengenang moyangmu yang di Medang.”   Aku mengiya dalam kedalaman sembah-Hyang, sembari mengenang para leluhur, bapak dan eyang. Leluhurku adalah Sang Tiyang Mardika yang dengan kebebasannya menganggit sastra Jawa . Sementara eyang adalah pasukan Slamet Riyadi, ibunya Tumenggung, ayahnya Lurah! Bapak sendiri adalah pegawai negeri, guru sekolah menengah di utara Jawa Tengah.   Di sinilah aku sekarang, di tanah Wangsa Rajasa Tidak pernah aku sangka, tidak pernah aku minta Apa yang Kaumaui, Dhuh Gusti Pangeran mami ?! Apa yang Kaukehendaki kulakukan di tanah ini?   Belum genap semua terjawab, empat kali bumi kelilingi matahari! Pun baru purna enam purnama, saat aku tetirah di timur Singhasari, oh, aku

SATU OKTOBER

 SATU OKTOBER

 

40 HARI | 135 KORBAN JIWA | 6 TERSANGKA

Dua ratus sembilan belas atau seratus dua lima

Yang jelas, kami bukan cuma angka!

Kami adalah para pecinta

Datang ke Kanjuruhan bawa harapan

Bersama keluarga, anak-anak, dan sahabat

Mendukung para pahlawan kami yang hebat

 

Gas air mata yang polisi tembakkan di Kanjuruhan

Membuat air mata ibu kami berguguran

Mayat-mayat kami adalah korban keserakahan

Bagi cukong-cukong yang otaknya cuma cuan,

Kami hanya dipandang satu tiket satu goban

Bukan nama yang punya cerita dan masa depan

 

Usut! Usutlah! #USUTTUNTAS!

Kalian harus jaga solidaritas!

Kita ini pecinta, bukan komoditas!

Cinta hal yang sama: sepak bola demi peradaban

Satu Oktober punya makna beda tahun depan

Itu hari akan jadi hari damai dan persaudaraan!

 

Kini, doakanlah kami...

Selalu kenangkanlah kami...

Kanjuruhan satu Oktober

Adalah #KanjuruhanDisaster

Jangan lagi terulang...

Kami telah pulang.

 

Malang, 03 Oktober 2022

Padmo Adi

Comments