SECAWAN ANGGUR

  SECAWAN ANGGUR Jika sekiranya mungkin biarlah anggur ini lalu daripadaku. Tapi bukan kehendakku yang jadi, melainkan kehendak Bapa di surga. Dokumen pribadi. Di sini... di kota ini... aku benar-benar disapih dikastrasi dibiarkan mati-hidup sendiri Tidak ada hangat peluk puk-puk Mama Tidak ada lembut dekap payudara Tidak ada selimur supaya tak lagi berair mata Dijauhkan dari Tanah pusaka tempat moyangku dibumikan Dan kini cuma jadi kerinduan yang kepadanya hasrat mendamba Akan tetapi, keadaan ini justru aku syukuri sebab aku dengan merdeka mengada tanpa perlu alasan yang mengada-ada Aku bebas menciptakan diri bebas mengartikulasikan diri Aku bebas merayakan hidup menari dengan irama degup Memang hidup yang senyatanya ini tragedi belaka Apa makna dari membuka mata pagi-pagi, lalu memejamkannya di waktu malam tiba? Kecerdasan adalah memaknai tragedi sebagai komedi. Lalu kita bisa menertawakan duka yang memang musti kita terima! Menerima Mengakui adalah

Angin Bulan Agustus

Angin Bulan Agustus

 

Angin Bulan Agustus dingin

menghembusi segala ingin

Waktu yang hilang jadi kemarin

akankah mengkristal jadi yakin?

 

namun aku masih di sini...

bergumul dengan diri sendiri

dan aku masih di sini...

memetakan semua hasrat ini

 

anak singa mencari sarang

anak singa nasibnya Malang

anak singa jauh dari yang disayang

anak singa mulai buram memandang

 

Angin Bulan Agustus

dari Selatan dia berhembus

menciutkan nyali dia yang diutus

Akankah segala renjana terputus?

 

namun aku masih di sini

kembali mengumpulkan diri

pelan-pelan membentuk mimpi

walau di jalanan hanya ada mati

 

Malang, 03 Agustus 2020

Padmo Adi

Comments

Post a Comment