IN MEMORIAM, HADRIANUS DENDA SURANA

IN MEMORIAM, HADRIANUS DENDA SURANA   Bapak dan aku waktu masih kecil Dua puluh tahun yang lalu, hari ini, 29 April 2004, aku tengah asyik latihan teater bersama kawan-kawan teater Biroe di SMA PL St. Yosef, Surakarta, tatkala aku diberitahu bahwa aku sudah dijemput untuk pulang.   Dijemput? Pulang? Aku masih latihan teater!   Ternyata Om Agung yang menjemput. Tumben. Langsung saja aku pamit pada kawan-kawan untuk mengikuti jemputan itu. Pulang. Di sekolah juga ada Om Kokok. Lho, kok yang menjemput sampai dua orang omku segala? Ada hal gawat apa ini?   Dalam perjalanan pulang, Om Agung memboncengkanku naik motor Suzuki tua, yang kami namai Plethuk. Kami terdiam. Tidak bicara. Aku juga tidak curiga.   Beberapa hari yang lalu aku menjenguk bapak di rumah sakit. Bapak akan operasi. Aku diminta membawa pulang buah anggur yang banyak.   "Gawanen mulih." "Lha Bapak?" "Aku wis cukup."   Kubawa pulang buah anggur itu dan kusimpan di

CAUSALITAS PANCASILA A LA NOTONEGORO

CAUSALITAS PANCASILA A LA NOTONEGORO
-Padmo Adi-

Notonegoro menggunakan teori causalitas (sebab-musabab) untuk menjelaskan asal-muasal Pancasila. Teori causalitas menerangkan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini memiliki sebab (causa). Menurut teori ini ada empat sebab yang mendukung adanya sesuatu itu. Pertama, causa materialis, atau asal mula atau bahan. Semua yang ada memiliki asal mula atau bahan. Contoh: kursi; causa materialis dari sebuah kursi adalah kayu, paku, cat, dan sebagainya.

Kedua, causa formalis, atau suatu rancang bangun atau konsep. Contoh: causa formalis dari sebuah kursi adalah bentuk dan desain dari kursi itu sendiri.

Ketiga, causa finalis, atau tujuan. Contoh: mengapa kayu, paku, dan cat itu dirancang dan dibentuk menjadi kursi? Karena tujuannya adalah untuk duduk.

Keempat, causa efficiens, atau sebab yang menimbulkan akibat. Contoh: tukang kayu yang membuat kayu, paku, dan cat itu menjadi sebuah kursi jadi.

Keberadaan segala sesuatu di jagad raya ini, menurut teori causalitas tersebut, memiliki keempat kausa itu. Pancasila pun memiliki keempat kausa itu. Berdasarkan teori causalitas, Pancasila dapat diterangkan sebagai berikut:
a.   Causa Materialis: adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama Bangsa Indonesia.
b. Causa Formalis: Formulasi hasil pemikiran para anggota BPUPKI (terutama pidato Soekarno 1 Juni 1945); formulasi dan pengesahan (penandatanganan) Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan, yang kemudian diterima oleh BPUPKI sebagai rencana Pembukaan UUD 1945; dan akhirnya formulasi Pancasila (setelah direvisi oleh Mohammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo, Wakhid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan) yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
c.  Causa Finalis: Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia, sebagai Philosophische Grondslag, sebagai Weltanschauung, sebagai World-view.
d.     Causa Efficiens: PPKI.

(P.J. Suwarno, 2015, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 81-84)

Comments

Post a Comment