Selamat datang di Sarang-Kalong. Di sini engkau dapat membaca karya-karya Padmo Adi (@KalongGedhe).
Saturday, August 22, 2020
RASHOMON - Midori no Katana Project
TEMPAT ISTIRAHAT (David Campton) - Padmo Adi & Dewi Puji Lestari
TEMPAT ISTIRAHAT (David Campton)
Padmo Adi & Dewi Puji Lestari
Padmo Adi dan Dewi Puji Lestari melakukan dramatik reading yang disiarkan langsung secara live instagram pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, pk 20.00.
Naskah yang dibawakan berjudul Tempat Istirahat, karya David Campton.
Pentas ini merupakan wujud pencarian kemungkinan-kemungkinan baru suatu pentas teater, terutama ketika kita tidak boleh bertemu fisik oleh karena wabah covid-19. Dewi ada di Jawa Timur sementara Padmo Adi ada di Jawa Tengah; pentas bersama meretas jarak kurang-lebih 300km.
Tentu ada kendala basic di sana: sinyal internet di Indonesia yang sungguh sangat petewele... hahaha... . Bisa jadi kami salah pilih hari; kami pentas di Malam Minggu, hari di mana bisa jadi ribuan pasang kekasih sedang dimabuk asmara meluapkan kerinduan mereka lewat internet... fufufu... .
Namun demikian, pentas kali ini membuat kami menyadari akan kemungkinan-kemungkinan pentas tanpa pertemuan fisik. Salah satu kemungkinannya adalah mendaur ulang bentuk drama lawas yang mungkin sudah ditinggalkan: drama radio. Apakah akan hadir drama podcast? Drama youtube? Atau drama instagram? Atau malah drama soundcloud? Kemungkinan itu terbuka lebar.
Yang jelas, teater adalah sesuatu yang dinamis, sebab yang menghidupinya adalah manusia yang selalu menjadi, sama seperti kata Sartre: l'etre-pour-soi... Ada-bagi-dirinya.
Terima kasih kepada Ivan "Tapir" Dhimas dari Malam Sastra Solo (MaSastrO). Terima kasih pula kepada keluarga besar Gesang "Brogess" Yoedhoko. Dan, terima kasih kepada para "hadirin" yang telah menyaksikan pertunjukan kami.
Salam.
Monday, August 17, 2020
KEPADA TANAH AIR INI ADA CINTA YANG TIDAK SEDERHANA
KEPADA TANAH
AIR INI ADA CINTA YANG TIDAK SEDERHANA
Nasionalismeku lebih daripada kegiatan baris-berbaris.
Nasionalismeku ada pada tiap puisiku baris demi baris.
Nasionalismeku bukan nasionalisme angkat senjata.
Nasionalismeku adalah nasionalisme angkat pena.
Nasionalismeku adalah baktiku pada Sastra Indonesia.
Nasionalismeku adalah persembahan diriku pada tunas-tunas muda.
Merdeka raganya, merdeka jiwanya.
Merdeka perutnya, merdeka pikirnya.
Merdeka karyanya, merdeka sembahyangnya.
Satu hal yang aku yakini dengan sepenuh hati:
Menjadi Jawa adalah gerak menjadi Indonesia,
tapi menjadi Indonesia janganlah jadi gerak men-Jawa.
Menjadi Katolik adalah gerak menjadi Indonesia,
namun, menjadi Indonesia adalah dinamika mem-bhinneka.
Artikulasi meng-Indonesia ini tidak selesai pada 17 Agustus tujuh puluh
lima tahun lalu.
Artikulasi meng-Indonesia ini adalah aktus di sini dan kini.
Pada sahabatku yang biru itu aku menyaksikan manifestasi nasionalisme yang
penuh cinta:
dia menanam sayurnya sendiri pada paralon cuma-cuma di depan rumah tumpukan
bata.
Jangan ragukan nasionalisme orang-orang macam ini.
Rasa cintanya terhadap tanah-air ini semurni rasa cintanya pada kemanusiaan
itu sendiri,
seperti kata Bung Besar pada pidato 1 Juni.
Dua orang jurnalis berkendara mengelilingi Indonesia mendokumentasikan
realitas manusianya adalah gerak nasionalisme. Seorang sastrawan pulang ke
negeri ini walau nikmat hidupnya di Negeri Kiwi adalah gerak nasionalisme. Para
petani tembakau di Temanggung setia merajangi daun tembakau, itu adalah gerak
nasionalisme. Seorang pengacara menjadi buangan karena membela hak asasi
manusia justru adalah gerak nasionalisme. Para tenaga kesehatan berhadap-hadapan
dengan wabah covid-sembilan belas yang mematikan adalah gerak nasionalisme.
Seorang juragan martabak mencalonkan diri sebagai walikota, apakah itu juga
gerak nasionalisme?
Semua orang bisa bilang “Aku cinta Indonesia,”
tapi berapa orang yang bisa menjawab petanda apa di balik penanda
“Indonesia”?
Setiap orang bisa bilang, “Aku rela mati demi tanah-air ini,”
tapi berapa orang yang dapat dengan jitu memaknai frasa “tanah air” ini?
Semua orang bisa teriak “MERDEKA!!!”
semoga orang di Nabire sana pun dapat meneriakkannya dengan lega.
Malang, 17 Agustus 2020
kalonggedhe
Tuesday, August 4, 2020
BINCANG BINCANG SANTAI TEATER - Mungkinkah Kita Menghadirkan Teater Virtual?
BINCANG BINCANG SANTAI TEATER - Mungkinkah Kita Menghadirkan Teater Virtual?
Membicarakan Ruang Alternatif Seni Pertunjukan.
Mungkinkah Kita Menghadirkan Teater Virtual?
Bincang-bincang santai bersama:
1. Luna Kharisma @lunakharisma (Dosen Teater ISI Solo)
2. J.B. Judha Jiwangga @judha_jiwangga (Teaterawan Jogja, mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia USD)
Sebuah Aktualisasi dari Padmo Adi.
SELASA, 28 JULI 2020
Pk. 20.00 WIB
di Google Meet.
Acara ini terselenggara berkat dukungan LAN-RI dan FIB UB.
TERIMA KASIH KEPADA TEMAN-TEMAN MAHASISWA DAN REKAN-REKAN DOSEN YANG SUDAH BERGABUNG DI ACARA INI.
Angin Bulan Agustus
Angin Bulan Agustus
Angin Bulan Agustus dingin
menghembusi segala ingin
Waktu yang hilang jadi kemarin
akankah mengkristal jadi yakin?
namun aku masih di sini...
bergumul dengan diri sendiri
dan aku masih di sini...
memetakan semua hasrat ini
anak singa mencari sarang
anak singa nasibnya Malang
anak singa jauh dari yang disayang
anak singa mulai buram memandang
Angin Bulan Agustus
dari Selatan dia berhembus
menciutkan nyali dia yang diutus
Akankah segala renjana terputus?
namun aku masih di sini
kembali mengumpulkan diri
pelan-pelan membentuk mimpi
walau di jalanan hanya ada mati
Malang, 03 Agustus 2020
Padmo Adi
Subscribe to:
Posts (Atom)